Minggu, 19 Desember 2010

Hukum pajak


PERPAJAKAN DAN SENGKETA PAJAK

A.    Tinjauan Umum Pajak
1.      Pengertian Pajak
Pasal 23 (A) UUD 1945 (Amandemen IV), merupakan dasar hukum pungutan pajak di Indonesia yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Berkaitan dengan pajak, ada banyak pengertian yang diberikan oleh para sarjana mengenai apa sebenarnya pajak itu.
Definisi pajak menurut P.J.A. Andriani, yaitu berbunyi sebagai berikut:[1]
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sekedar untuk perbandingan berikut ini adalah definisi dari beberapa Sarjana yaitu:[2]
a)      Definisi Francis, berbunyi : Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup belanja pemerintah.
b)      Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) berbunyi: Pajak adalah hutang uang secara insidental atau secara periodic (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersyarat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak.
Beberapa ciri atau karakteristik dari pajak adalah sebagai berikut :
a)      Pajak dipungut berdasarkan atas undang-undang;
b)      Terhadap pembayaran pajak, tidak ada jasa timbal balik (tegen prestasi) yang dapat ditunjukkan secara langsung;
c)      Pemungutan dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;
d)     Hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan untuk public investment;
e)      Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukan dana dari rakyat kedalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai fungsi yang lain, yakni fungsi mengatur.

2.      Fungsi Pajak
Pada umumnya dikenal adanya dua fungsi utama dari pajak, yakni fungsi budgeter (anggaran) dan fungsi Regulerend (mengatur).[3]
a)      Fungsi budgeter (anggaran)
Fungsi pajak budgeter adalah fungsi yang letaknya disektor publik, dan pajak tersebut merupakan suatu alat untuk memasukkan uang sebanyak banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, terutama untuk membiayai pengeluaran rutin, dan apabila setelah itu masih ada sisa (surplus), maka surplus ini dapat digunakan untuk membiayai infestasi pemerintah (public saving untuk public invesment)
b)      Fungsi Regulerend (mengatur)
Pajak mempunyai fungsi mengatur (Regulerend), dalam arti bahwa pajak itu dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial dengan fungsi mengaturnya pajak digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan dan fungsi mengatur itu banyak ditujukan terhadap sektor swasta.

B.     Pengertian Sengketa Pajak
Adanya kewajiban bagi masyarakat untuk membayar pajak terkadang tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran wajib pajak dalam mematuhi ketentuan tersebut. Keterbatasan pemerintah melalui aparat penagih pajaknya juga mengakibatkan munculnya masalah persengketaan di bidang perpajakan.
Menurut ketentuan Pasal I angka 5 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan Perundangan-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.
Upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa yang dapat dilakukan oleh wajib Pajak adalah keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali. Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat Jenderal pajak. Sedangkan upaya hukum banding dan gugatan diajukan ke Pengadialan Pajak. Khusus untuk upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung.

















[1] R, Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Rafika Aditama, Bandung, 2003 hlm.2
[2] Ibid, hlm 3
[3] Ibid, hlm 212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar