Minggu, 19 Desember 2010

Bab I Hukum waris BW

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Hukum waris (erfrecht) yaitu seperangkat norma atau aturan yang mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban (harta kekayaan) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
Pewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat dua cara untuk mendapatkan suatu warisan, yaitu sebagai berikut [1]:
1.      Secara ab instestato (ahli waris ,menurut undang- undang) dalam Pasal 832
Menurut ketentuan undang- undang ini, yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama.
Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam empat golongan yang masing- masing merupakan ahli waris golongan pertama, kedua, ketiga, dan golongan keempat.
2.      Secara tertamentair (ahli waris karena ditunjukan dalam surat wasiat) dalam Pasal 899
Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat wasiat/testamen.
            Namun terkadang dalam pembagian waris banyak terdapat kesalahpahaman, yang menimbulkan persengketaan diantara ahli waris. Oleh karena itu, para penggugat sebagai pihak yang merasa dirugukan dalam pembagian wari mengajukan gugatan perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi bahkan sampai ke Mahkamah Agung. Semua itu dilakukan oleh para pihak untuk memperoleh san mempertahankan hak-haknya dihadapan hukum.  Oleh sebab itu lah Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi dalam peradilan diharapkan mampu mengeluarkan putusan yang memberikan keadilan kepada penggugat dan tergugat.

B.Identifikasi Masalah
Setelah penulis mengungkapkan hal-hal di atas untuk kebutuhan penulisan, maka ada beberapa rumusan- rumusan sebagai patokan dari penulisan ini. Berikut adalah rumusan- rumusan ini:
1.      Menganalisis Putusan Mahkamah Agung No. 1112 K/Pdt/1990
2.      Bagiamana meninjau putusan dari aspek hukum perdata?




[1] Efendi Perangin,Hukum Waris,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar